Selasa, 19 April 2011


FENOMENA PENDIDIKAN DI PAPUA, LEBIH SPESIFIK SUKU “MEE” DI EMPAT KABUPATEN, NABIRE, DOGIYAI, DEIYAI DAN  PANIAI SUDAH MERATAH?...

Pembaca Budiman,
Masalah pendidikan sudah lama dibicarakan oleh kaum intelektual, namun hal ini perlu dibicarakan lagi. Pendidikan sangat penting untuk generasi penerus bangsa terutama orang asli Papua lebih spesifik suku MEE. Melihat fenomenan pendidikan yang sudah dan sedang berjalan selama kurang lebih memasuki 3-4 dekade di Papua masih sangat disayangkan terutama suku MEE yang mendiami di empat kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai dan Paniai. Apakah kondisi rill pendidikan sudah merata sampai di pelosok-pelosok? Melihat dinamika pendidikan yang tidak memungkinkan di daerah empat kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai dan Paniai yang tidak bisa menghubungkan melalui jalan trans terutama dibagian Desa-Desa dan Distri yang tidak bisa dijangkau, hanya bisa dijangkau melalui transportasi udarah. Pendidikan hal yang sangat penting maju atau tidaknya suatu daerah dilihat dari masalah pendidikan, dan  pendidikan merupakan tulang punggung dari suatu daerah. Daerah yang maju, bangsa yang maju, dan negara yang maju itu semuanya berawal dari kondisi pendidikan di daerah  itu.

Dulu dalam perang dunia I terjadi persengketaan blok barat dan blok timur antara uni soviet dan Amerikan Serikat. Uni soviet atau disebut Rusia meluncurkan roket ke Bulan dengan melihat hal tersebut, Presiden Amerikan Serikat mengumpulkan pakar-pakar pendidikan di Amerika dan megadakan rapat tertutup untuk membicarakan sistim kurikulum dan pendidikan, dalam waktu yang tempo cepat dalam 8 tahun Amerikan Serikat meluncurkan Apolo 11 ke Bulan. Dilanjutkan dengan pemboman kota Hirosima dan Naga Sakti di Jepan, terlebih dahulu Kaisar Jepang menanyakan berapa guru yang meninggal dalam pemboman tersebut dan berapa guru yang masih hidup, sehingga dalam waktu yang relatif singkat Jepang menjadi Negara termaju urutan kedua dibidang Teknologi di dunia. 

 Bagaimana dengan Papua Kususnya Suku MEE di empat kabupaten? Otonomi khusus sudah lama berjalan kurang lebih 10 tahun, dengan adanya otonomi khusus pemeritah berharap bisa membangung Papua dan memberdayakan anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang selayak-layaknya, memberdayakan kaum yang tak berdaya, namun dalam implementasi tidak menusuk di hati manyarakat, dan juga kondisi pendidikan masih morat-marit dalam arti masih tersendak-sendak dan otonomi khusus (OTSUS) sendiri belum merakyat artinya belum dirasakan oleh masyarakat sepenuhnya.
Dengan bergulirnya sistim roda otonomi khusus terjadi banyak pemekaran mulai dari desa, distrik dan kabupaten tanpa menghiraukan pembangunan yang merata yang penting dimekarkan hanya kepentingan APBD. Seiring dengan  pemekaran tersebut terjadilah pembangunan sekolah di desa dan distrik yang baru dimekarkan tanpa melihat tenaga pengajar, bagunan sekolah dan sarana-prasarana yang memadai. Angap mereka yang penting bisa mendapatkan dana BOSS (Bantuan Operasional Sekolah), dengan pandangan seperti begitu secara tidak sadar mereka membodohi anak-anak suku MEE yang mendiami di empat kabupaten. Hal yang demikian ini, pasti dirasakan di derah lain khusus daerah pesisir dan pegunungan seantero Papua.  

Dengan melihat dinamika pendidikan di Papua khususnya suku MEE, apa sudah berjalan dengan efektif atau sudah merata di setiap daerah-daerah yang terisolasi? Sejau ini pendidikan di Papua khusus suku MEE yang berada di empat kabupaten masih belum berjalan dengan kondusif sesuai dangan yang di harapka. Masih banyak kekurang terutama tenaga guru ,gedung sekolah dan sarana prasarana dangan demikian, hal yang perlu dibahas terutama guru. 

Berjalannya arus roda  pendidikan ada di pundak guru, dan hal itu merupakan suatu kebutuhan utama di sekolah. Guru merupakan sumber pengetahuan, fasilitator pembimbing, dan pengarah. Namun, dalam kenyataan masih banyak menyimpang kebisuan. Hampir semua sekolah-sekolah yang masih kurang tenaga guru, terutama di pegunungan papua Khususnya suku MEE. Masalah Yang ditemukan dalam satu sekolah terdapat satu guru merangkap sebagai kepala sekolah dan ada tenaga honoler namun, tenaga honoler itu pun selesai dari SMA dan nanggur sehingga diangkat sebagai tenaga honoler di sekolah tersebut karena melihat minimnya tenaga pengajar. Banyak fenomena ditemukan dibeberapa sekolah juga hanya tenaga pengajar maksimal satu minimal tiga tenaga pengajar sehingga biasa merepotkan.

Sarana-prasarana sangat penting, dan merupakan kebutuhan utama di mana sekolah berada. Sarana-prasarana yang dimaksud tentu perpustakaan, buku, lampu dan komputer, dengan demikian bisa membatu kemampuan siswa terutama kongnitif, keterampilan, AQ dan kematangan emosional. Dalam kenyatan pendidikan khusus suku MEE di empat kabupaten, masih banyak kekurangan saranan-prasarana yang kurang memadai sehingga banyak siswa yang kurang memiliki kemampuan kognitif, keterampila, AQ dan kematangan emosional dan (IPTEK).

Bagunan pendidikan merupakan kebutuhan utama untuk anak-anak bisa bersekolah meneriman materi dengan baik terfokus dan terarah. Hemat kami bangunan sekolah di empat  kabupaten masih belum terpenuhui terutama di bagian daerah pedesaan dan di kampung-kampung banyak atap yang bolong, papan dinding yang kusut sehingga bisa terganggu konsestrasi tidak terfokus dan terarah.  

Lebih ironis lagi banyak tenaga pengajar yang bertugas dibagian pedalaman semua turun ke kota berbulan-bulan dengan lupah tugas sebagai profesi guru, hanya mengambil gaji bulanan dan lupa tangungjawab. Banya yang tinggal di kota dan bermain judi dunia alias togel sedangkan anak-anak megharapkan ilmu. Dengan demikan, bagaimana arah ke depan anak-anak suku MEE yang mendiami di lima kabupaten? apakah mempunyai harapan bisa bersaing di dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) khusus local, regional, nasional dan internasional di tengah-tengah arus global. 


Tintaku….

Yakobus Dekepa

Universitas Cenderawasih




0 komentar:

Posting Komentar